Indonesia memiliki aset informasi yang sangat besar, seperti data kependudukan melalui program e-KTP, data pemilih (DPT) pada Pemilu, data kekayaan sumber daya alam, sumber energy, data perbankan dan data kesehatan. Semua itu merupakan objek data dan informasi yang menjadi target serangan cyberwar dan penguasaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Demikian dikatakan Kepala BPPT Marzan A. Iskandar saat acara FIRST Technical Colloquium Indonesia Cyber Defence Initiative di Bali. (30/03)
Menurutnya,
meskipun Indonesia sudah memiliki beberapa kebijakan terkait keamanan
informasi seperti UU ITE, namun itu saja tidak cukup. Bangsa Indonesia
harus membangun cyber defence untuk menangkal seluruh porto folio serangan dunia maya.
Terkait keamanan informasi, Direktur PTIK BPPT, Hammam Riza, mengatakan resiko serangan cyber (cyber attack) memiliki spektrum yang sangat luas, mulai dari serangan hacker terhadap identitas seseorang (identity theft), cyber crime dan cyber terrorism, sampai pada serangan yang ditujukan kepada negara (nation-state cyberwarfare) yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia melalui strategi pertahanan cyber (cyber defence). Cyberwarfare adalah perang informasi (information warfare) yang menjadi medan perperangan di abad ke 21 ini.
Lebih lanjut Marzan menjelaskan tujuan utama cyber defense
untuk menjadikan garda terdepan ketahanan nasional dalam menghadapi
berbagai ancaman dari dunia maya seperti serta insiden keamanan yang
mengacam aset informasi nasional. Selain itu, cyber defense bertujuan untuk membangun kapasitas nasional dalam rangka menciptakan ketahanan terhadap berbagai ancaman dari dunia cyber dan meningkatkan keamanan aset informasi nasional serta menciptakan lingkungan cyber yang lebih aman serta kondusif bagi kegiatan pembangunan nasional, tambahnya.
Dalam sambutannya, Marzan juga memaparkan beberapa inisiatif dalam rangka membangun national cyber defence. Diantaranya, membangun jaringan internet pemerintahan yang teramankan dan pusat manajemen data pemerintahan (government data management center). Kemudian, membentuk national cyber command
sebagai bagian dari fungsi sistem pertahanan keamanan negara (yang
dilengkapi dengan perangkat-perangkat kebijakan, kelembagaan dan
teknologi). Perencanaan, desain dan implementasinya harus melibatkan
seluruh pemangku kepentingan yang memperlakukan cyber space sebagai domain operasional yang harus dikembangkan dan dikelola sehingga negara dapat mengambil keuntungan dari potensi cyber space tersebut.
Pada
kesempatan tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan
Marsekal Madya Eris Heriyanto menyampaikan peran dan pengaruh teknologi
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kini, TIK telah menyentuh
seluruh aspek kehidupan sehingga gejala ini menjadi perhatian tidak
hanya kementerian dan pemerintah tetapi seluruh pemangku kepentingan
pengguna TIK, katanya.
Dalam rangka menghadapi ancaman dan tantangan bidang pertahanan dan keamanan dalam kontek TIK, menurutnya diperlukan cyber defence sebagai kajian dari strategi pertahanan negara baik dalam mencegah, menangkal maupun mengatasinya.
Dalam perumusan konsep strategi pertahanan cyber
ini, tentu akan melibatkan sejumlah stake holder terkait baik
pemerintahan maupun non pemerintah untuk berkolaborasi untuk senantiasa
menyempurnakan dan menguatkan strategi pertahanan menghadapi serangan di
dunia cyber yang sifatnya dinamis,ungkap Eris. (KYRAS/humas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar